Thursday, November 22, 2018

PROSES PENANGANAN PERKARA

Rencana Penyidikan

1). Sebelum melaksanakan kegiatan penyidikan, penyidik wajib menyiapkan administrasi penyidikan pada tahap awal meliputi:
a. tata naskah sekurang-kurangnya meliputi:
  • Laporan Polisi;
  • LHP bila telah dilakukan penyelidikan;
  • Surat Perintah Penyidikan;
  • SPDP;
  • Rencana Penyidikan;
  • Gambar Skema Pokok Perkara; dan
  • Matrik untuk Daftar Kronologis Penindakan.

b. Penyiapan Rencana Penyidikan meliputi:

  • rencana kegiatan;
  • rencana kebutuhan;
  • target pencapaian kegiatan;
  • skala prioritas penindakan; dan
  • target penyelesaian perkara.


Batas Waktu Penyelesaian Perkara
Batas waktu penyelesaian perkara dihitung mulai diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan meliputi:
  •  120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara sangat sulit;
  • 90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit;
  • 60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang; atau
  • 30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan perkara mudah;
Dalam hal menentukan tingkat kesulitan penyidikan, ditentukan oleh pejabat yang berwenang menerbitkan surat perintah penyidikan. selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan.


(1).       Dalam hal batas waktu. Penyidikan belum dapat diselesaikan oleh penyidik maka dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyidikan kepada pejabat yang memberi perintah melalui Pengawas Penyidik.

(2).       Perpanjangan waktu penyidikan dapat diberikan oleh pejabat yang berwenang setelah memperhatikan saran dan pertimbangan dari Pengawas Penyidik.

(3).       Dalam hal diberikan perpanjangan waktu penyidikan maka diterbitkan surat perintah dengan mencantumkan waktu perpanjangan.


Surat Perintah Penyidikan


(1).       Setiap tindakan penyidikan wajib dilengkapi Surat Perintah Penyidikan.

 (2).       Surat Perintah Penyidikan wajib diperbaharui apabila dalam proses penyidikan terjadi pergantian petugasyang diperintahkan untuk melaksanakan penyidikan.

(3).       Pejabat yang berwenang menandatangani Surat Perintah Penyidikan serendah-rendahnya oleh pejabat:

  • Direktur pada Bareskrim Polri di tingkat Mabes Polri;
  • Kepala Satuan Reserse untuk Tingkat Polda;
  • Kepala Satuan Reserse untuk tingkat Polres/Poltabes/Polwiltabes; atau
  • Kapolsek untuk tingkat Polsek.



(4).       Surat Perintah Penyidikan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud padaayat (3),tembusannya wajib disampaikan kepada Atasan Langsung.


(1).       Penyidik yang telah mulai melakukan tindakan penyidikan wajib membuat SPDP.

(2).       SPDP harus sudah dikirimkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelum penyidik melakukan tindakanyang bersifat upaya paksa.

(3).       SPDP harus diperbaharui apabila selama dalam proses penyidikan perkara, penyidik mendapatkan/mengidentifikasi adanya tersangka baru yang belum termasuk dalam SPDP yang telah dibuat pada awal penyidikan.

(4).       Pejabat yang berwenang menandatangani SPDP merupakan pejabat yang berwenang menandatangani Surat PerintahPenyidikan yaitu:

  • Direktur pada Bareskrim Polri di tingkat Mabes Polri.
  • Kepala Satuan reserse untuk Tingkat Polda;
  • Kepala Satuan Reserse untuk Tingkat Polres/ Poltabes/ Polwiltabes; atau
  • Kapolsek untuk tingkat Polsek.



(5).       SPDP yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tembusannyawajib disampaikan kepada Atasan Langsung.


Perwira Pengawas Penyidik

(1).       Dalam hal penanganan setiap perkara pidana, Pejabat yang mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan wajib menunjuk Perwira Pengawas Penyidik dan membuat Surat Perintah Pengawasan Penyidik.

(2).       Perwira Pengawas Penyidik merupakan Atasan Penyidik yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


(1).       Perwira Pengawas Penyidik yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) bertanggung jawab terhadap kelancaran pelaksanaan penyidikan dan melaporkan perkembangan serta hasilnya kepada pejabat yangmemberikan Surat Perintah.

(2).       Perwira Pengawas Penyidik bertugas:

  • memberi arahan dan bantuan untuk kelancaran penyidikan;
  • melakukan pengawasan terhadap tindakan penyidik;
  • mencegah pencegahan terjadinya hambatan penyidikan;
  • mengatasi hambatan yang menyulitkan penyidikan;
  • menjamin prinsip transparansi dan akuntabilitas kinerja penyidik;
  • meningkatkan kinerja penyidik di bidang penegakan hukum maupun pelayanan Polri;
  • membantu kelancaran komunikasi pihak yang berkepentingan dalam hal ini adalah korban, saksi dantersangka; dan
  • melaporkan perkembangan dan/atau hasil penyidikan kepada pimpinan/ pejabat yang berwenang.




Pengendalian Perkembangan Penyidikan


Pengendalian perkembangan penyidikan terdiri dari:

a. laporan perkembangan penyidikan; dan
b. koreksi hambatan penyidikan.


(1).       Laporan perkembangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a, penyidik melaporkansecara berkala kepada Perwira Pengawas Penyidik atau pada saat diminta oleh Pejabat yang berwenang.

(2).       Laporan perkembangan penyidikan terhadap perkara yang menjadi atensi pimpinan atau publik, penyidikwajib membuat laporan kemajuan berkala yang disampaikan kepada pimpinan melalui Perwira Pengawas Penyidik.

(3).       Setiap laporan perkembangan penyidikan wajib dilaporkan oleh Perwira Pengawas Penyidik kepada Pejabatyang mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan.

(1).       Dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala paling sedikit 1 kali setiap 1 bulan.

(2).       Laporan perkembangan hasil penyidikan dapat disampaikan kepada pihak pelapor baik dalam bentuk lisan atau tertulis.

(3).       Ketentuan mengenai pemberian waktu SP2HP diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.


(1).       SP2HP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) sekurang-kurangnya memuat tentang:

  • pokok perkara;
  • tindakan penyidikan yang telah dilaksanakan dan hasilnya;
  • masalah/kendala yang dihadapi dalam penyidikan;
  • rencana tindakan selanjutnya; dan
  • himbauan atau penegasan kepada pelapor tentang hak dan kewajibannya demi kelancaran dan keberhasilanpenyidikan.



(2).       SP2HP yang dikirimkan kepada Pelapor, ditandatangani oleh Ketua Tim Penyidik dan diketahui oleh Pengawas Penyidik, tembusannya wajib disampaikan kepada Atasan Langsung.

Pasal 41

(1).       Dalam hal terdapat keluhan baik dari pelapor, saksi, tersangka maupun pihak lain terhadapperkara yang sedang ditangani, penyidik wajib memberikan penjelasan secara lisan atau tertulis yang dapat dipertanggungjawabkan.

(2).       Dalam hal masih terdapat ketidakpuasan pihak yang berkeberatan, Perwira Pengawas Penyidik wajib melakukanupaya klarifikasi.

(3).       Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa konsultasi, penjelasan langsung atau melaluipenyelenggaraan gelar perkara dengan menghadirkan para pihak yang berperkara.


(1).       Koreksi hambatan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b, harus dilakukan dengan tindakan koreksi atau pemecahan masalah demi kelancaran penyidikan.

(2).       Tindakan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
  • arahan Perwira Pengawas Penyidik;
  • penyelenggaraan gelar perkara;
  • penambahan dan/atau penggantian petugas penyidik;
  • pemberian bantuan/back-up penyidikan oleh satuan atas;
  • peningkatan koordinasi dengan satuan, instansi terkait dan/atau unsur peradilan pidana (CJS); atau
  • pengambilalihan penanganan penyidikan oleh satuan yang lebih tinggi.



(1).       Dalam hal terdapat temuan atau indikasi terjadinya penyimpangan dalam proses penyidikan, harus dilakukan tindakan koreksi oleh Perwira Pengawas Penyidik dan/atau oleh Atasan Perwira Pengawas Penyidik.

(2).       Tindakan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

  • arahan dan/atau bimbingan kepada penyidik;
  • konsultasi terhadap pelapor dan/atau para pihak yang berperkara;
  • pemeriksaan instensif oleh Perwira Pengawas penyidik;
  • tindakan penghentian kegiatan penyidik;
  • tindakan administratif penggantian penyidik; atau
  • tindakan disiplin bagi penyidik.



(3).       Dalam hal terbukti telah terjadi pelanggaran hukum, harus dilakukan penindakan sesuai dengan bobotdan klasifikasi pelanggaran menurut prosedur yang berlaku berupa:

  • hukum disiplin;
  • kode etik profesi; atau
  • proses peradilan umum.


Gelar Perkara
Dalam hal kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan gelar perkara:
 a. biasa; dan
 b. luar biasa.




(1).       Gelar perkara Biasa  dilaksanakan pada tahap:


a. awal penyidikan;
b. pertengahan penyidikan; dan
c. akhir penyidikan.


(2).       Gelar perkara Biasa diselenggarakan oleh Tim Penyidik atau pengemban fungsi analisis di masing-masingkesatuan reserse.


(3).       Gelar perkara Biasa dipimpin oleh Perwira Pengawas Penyidik atau pejabat yang berwenang sesuaidengan jenis gelar yang dilaksanakan.


(4).       Dalam hal sangat diperlukan, penyelenggaraan gelar perkara Biasa dapat menghadirkan unsur-unsur terkaitlainnya dari fungsi internal Polri, unsur dari CJS, instansi terkait lainnya dan/atau pihak-pihakyang melapor dan yang dilaporkan sesuai dengan kebutuhan gelar perkara.
  
(5).       Gelar perkara Biasa yang dilaksanakan tahap awal penyidikan  bertujuan:


  • meningkatkan tindakan penyelidikan menjadi tindakan penyidikan;
  • menentukan kriteria kesulitan penyidikan;
  • merumuskan rencana penyidikan;
  • menentukan pasal-pasal yang dapat diterapkan;
  • menentukan skala prioritas penindakan dalam penyidikan;
  • menentukan penerapan teknik dan taktik penyidikan; atau
  • menentukan target-target penyidikan.

(2).       Gelar perkara biasa pada tahap awal penyidikan dilaksanakan oleh Tim Penyidik dan dipimpinoleh Perwira Pengawas Penyidik dan dapat dihadiri oleh penyidik lainnya atau pihak yang melaporkan perkara.


(3).       Dalam hal penanganan Laporan Polisi tentang perkara pidana yang diperkirakan juga bermuatan perkaraperdata, gelar perkara yang diselenggarakan pada awal penyidikan dapat menghadirkan kedua pihak yang melaporkan dan pihak yang dilaporkan.
  
(1).       Gelar perkara Biasa yang diselenggarakan pada tahap pertengahan penyidikan bertujuan untuk:
  •  penentuan tersangka;
  • pemantapan pasal-pasal yang dapat diterapkan;
  • pembahasan dan pemecahan masalah penghambat penyidikan;
  • pembahasan dan pemenuhan petunjuk JPU (P19);
  • mengembangkan sasaran penyidikan;
  • penanganan perkara yang terlantar;
  • supervisi pencapaian target penyidikan; dan
  • percepatan penyelesaian/penuntasan penyidikan.
(2).       Gelar perkara dilaksanakan oleh Tim Penyidik dan dipimpinoleh Pejabat Atasan Perwira Pengawas Penyidik dan dapat dihadiri oleh:
  • pengawas penyidikan;
  • Inspektorat Pengawasan Umum Polri;
  • Propam Polri;
  • Pembinaan Hukum Polri;
  • CJS; dan/atau
  • instansi/pihak terkait lainnya.


(1).       Gelar perkara Biasa yang diselenggarakan pada tahap akhir penyidikan  bertujuan untuk:

  • penyempurnaan berkas perkara;
  • pengembangan penyidikan;
  • memutuskan perpanjangan penyidikan;
  • melanjutkan kembali penyidikan yang telah dihentikan; dan
  • memutuskan untuk penyerahan perkara kepada JPU;
(2).       Gelar perkara pada akhir penyidikan dilaksanakan oleh Tim Penyidik dan dipimpin oleh PerwiraPengawas Penyidik dan dapat dihadiri oleh penyidik atau pejabat lainnya yang diperlukan.


Gelar Perkara Luar Biasa
(1).       Gelar Perkara Luar Biasa diselenggarakan dalam keadaan tertentu, mendesak, untuk menghadapi keadaan darurat, atau untuk mengatasi masalah yang membutuhkan koordinasi intensif antara penyidik dan para pejabat terkait.


(2).       Gelar Perkara Luar Biasa  diselenggarakan dengan tujuan untuk
  • menanggapi/mengkaji adanya keluhan dari pelapor, tersangka, keluarga tersangka, penasihat hukumnya, maupun pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara yang disidik;
  • melakukan tindakan kepolisian terhadap seseorang yang mendapat perlakuan khusus menurut peraturan perundang-undangan;
  • menentukan langkah-langkah penyidikan terhadap perkara pidana yang luar biasa;
  • memutuskan penghentian penyidikan;
  • melakukan tindakan koreksi terhadap dugaan terjadinya penyimpangan; dan/atau
  • menentukan pemusnahan dan pelelangan barang sitaan.
(3).       Perkara pidana luar biasa meliputi perkara:


  • atensi Presiden atau pejabat pemerintah;
  • atensi pimpinan Polri;
  • perhatian publik secara luas;
  • melibatkan tokoh formal/informal dan berdampak massal;
  • berada pada hukum perdata dan hukum pidana;
  • mencakup beberapa peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih;
  • penanganannya mengakibatkan dampak nasional di bidang idiologi, politik, ekonomi, sosial, budaya/agama atau keamanan;
  • penanganannya berkemungkinan menimbulkan reaksi massal.
(4).       Gelar perkara luar biasa hanya dapat dilakukan oleh pimpinan satuan atas Pembina fungsi dan keputusannya bersifat mengikat dan harus dilaksanakan.


 Pejabat Gelar Perkara
(1).       Gelar Perkara Luar Biasa diselenggarakan oleh fungsi analis di satuan reserse dan dipimpinoleh pejabat yang ditunjuk serta dihadiri oleh instansi/pihak terkait.


(2).       Pejabat yang dapat ditunjuk untuk memimpin Gelar Perkara Luar Biasa sserendah-rendahnya:


  • Direktur/Karo Analis pada Bareskrim Polri;
  • Direktur Reserse/Kadensus untuk Tingkat Polda; atau
  • Kepala Satuan Reserse untuk Tingkat Polres/Poltabes/Polwiltabes.



(3).       Dalam hal penanganan perkara yang sangat luar biasa, Gelar Perkara Luar Biasa serendah-rendahnya dipimpin oleh:


  • Kepala Bareskrim Polri di tingkat Mabes Polri.
  • Kapolda untuk Tingkat Polda; atau
  • Kepala Kesatuan Kewilayahan untuk Tingkat Polres/Poltabes/ Polwiltabes.


(1).       Instansi/pihak terkait yang dapat dihadirkan dalam Gelar Pekara Luar Biasa , antara lain:


  • pengawas penyidikan;
  • Inspektorat Pengawasan Umum Polri;
  • Propam Polri;
  • Pembinaan Hukum Polri;
  • CJS; dan/atau
  • instansi/pihak terkait lainnya.
(2).       Dalam hal dibutuhkan konfrontasi antara pihak-pihak yang berkepentingan di dalam proses penyidikan, Gelar Perkara Luar Biasa dapat menghadirkan pihak pelapor dan terlapor beserta penasihat hukum masing-masingserta saksi ahli yang diperlukan.




Tata Cara Gelar Perkara


(1).       Penyelenggaraan gelar perkara meliputi 3 (tiga) tahapan, yaitu:
  • persiapan;
  • pelaksanaan; dan
  • kelanjutan hasil gelar perkara.
(2).       Tahap persiapan gelar perkara meliputi:


  • penyiapan bahan paparan gelar perkara oleh Tim Penyidik;
  • penyiapan sarana dan prasarana gelar perkara; dan
  • pengiriman surat undangan gelar perkara.
(3).       Tahap pelaksanaan gelar meliputi:


  • pembukaan gelar perkara oleh pimpinan gelar perkara;
  • paparan Tim Penyidik tentang pokok perkara, pelaksanaan penyidikan, dan hasil penyidikan yang telahdilaksanakan;
  • tanggapan para peserta gelar perkara;
  • diskusi permasalahan yang terkait dalam penyidikan perkara; dan
  • kesimpulan gelar perkara.
(4).       Tahap kelanjutan hasil gelar perkara meliputi:


  • pembuatan laporan hasil gelar perkara;
  • penyampaian laporan kepada pejabat yang berwenang;
  • arahan dan disposisi pejabat yang berwenang;
  • pelaksanaan hasil gelar oleh Tim penyidik; dan
  • pengecekan pelaksanaan hasil gelar oleh Perwira Pengawas Penyidik.




Keputusan Gelar Perkara


 (1).       Keputusan hasil gelar perkara tahap awal penyidikan dilaporkan kepada pejabat yang membuat Surat Perintah Penyidikan dan menjadi pedoman bagi penyidik untuk melanjutkan tindakan penanganan perkara.


(2).       Keputusan hasil gelar perkara tahap pertengahan penyidikan dilaporkan kepada pejabat yang membuat SuratPerintah Penyidikan dan harus dipedomani bagi Tim Penyidik untuk melanjutkan langkah-langkah penyidikan sesuaidengan hasil gelar perkara.


(3).       Keputusan hasil gelar perkara tahap akhir penyidikan dilaporkan kepada pejabat yang membuat SuratPerintah Penyidikan dan harus ditaati oleh Tim Penyidik untuk menyelesaikan penyidikan sesuai denganhasil gelar perkara.


(4).       Dalam hal terjadi hambatan atau kendala dalam pelaksanaan keputusan hasil gelar perkara, penyidikmelaporkan kepada pejabat yang berwenang melalui Perwira Pengawas Penyidik.




 Keputusan hasil gelar perkara luar biasa
(1).       Keputusan hasil gelar perkara luar biasa dilaporkan kepada pejabat atasan pimpinan gelar perkara.


(2).       Pejabat yang berwenang menerima laporan hasil gelar perkara luar biasa memberikan arahan ataumengesahkan hasil keputusan gelar perkara luar biasa untuk dilaksanakan oleh Tim Penyidik.


(3).       Keputusan hasil gelar perkara luar biasa yang telah dilaporkan kepada pejabat atasanpimpinan gelar perkara dan mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang wajib dilaksanakan olehTim Penyidik.


(4).       Dalam hal terjadi hambatan atau kendala dalam pelaksanaan keputusan hasil gelar perkara luarbiasa, penyidik melaporkan kepada Pimpinan Kesatuan melalui Perwira Pengawas Penyidik.


Penyidik yang tidak melaksanakan putusan Gelar Perkara Luar Biasa tanpa alasan yang sahdapat dikenakan sanksi administratif berupa:


a. penggantian penyidik yang menangani perkara;
b. pemberhentian sementara penyidik dari penugasan penyidikan perkara;
c. pemberhentian tetap atau pemindahan penyidik dari fungsi penyidikan; atau;

No comments:

Post a Comment