2).Pada setiap SPK yang menerima laporan atau pengaduan, ditempatkan anggota reserse kriminal yang ditugasi untuk:
a. menjamin kelancaran dan kecepatan pembuatan Laporan Polisi;
b. melakukan kajian awal untuk menyaring perkara yang dilaporkan apakah termasuk dalam lingkup Hukum Pidana atau bukan Hukum Pidana;
c. memberikan pelayanan yang optimal bagi warga masyarakat yang melaporkan atau mengadu kepada Polri.
3).Petugas reserse yang ditempatkan di SPK sekurang-kurangnya memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. berpangkat Bintara untuk satuan tingkat Polsek dan Perwira untuk satuan tingkat Polres keatas;
b. telah mengikuti pendidikan kejuruan reserse dasar dan/atau lanjutan;
c. telah berpengalaman tugas di bidang reserse paling sedikit 2 (dua) tahun;
d. memiliki dedikasi dan prestasi yang tinggi dalam tugasnya;
e. memiliki keahlian dan keterampilan di bidang pelayanan reserse kepolisian
Laporan Polisi
1). Laporan Polisi tentang adanya tindak pidana dibuat sebagai landasan dilakukannya proses penyelidikan dan/atau penyidikan, terdiri dari Laporan Polisi Model A, Laporan Polisi Model B dan Laporan Polisi Model C.
(2). Laporan Polisi Model A dibuat oleh anggota Polri yang mengetahui adanya tindak pidana;
(3). Laporan Polisi Model B dibuat oleh petugas di SPK berdasarkan laporan atau pengaduanyang disampaikan oleh seseorang.
(4). Laporan Polisi Model C dibuat oleh penyidik yang pada saat melakukan penyidikan perkara telah menemukan tindak pidana atau tersangka yang belum termasuk dalam Laporan Polisi yang sedang diproses.
tandatangan MODEL A,B,C
1). Laporan Polisi Model A harus ditandatangani oleh anggota Polri yang membuat laporan.
(2).Laporan Polisi Model B harus ditandatangani oleh petugas penerima laporan di SPK dan oleh orang yang menyampaikan Laporan kejadian tindak pidana.
(3).Laporan Polisi Model C harus ditandatangani oleh penyidik yang menemukan tindak pidana atautersangka yang belum termasuk dalam Laporan Polisi yang sedang diproses dan disahkan olehPerwira Pengawas Penyidik
.
(4).Laporan Polisi Model A dan Model B dan Model C yang telah ditandatanganioleh pembuat Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), selanjutnya harus disahkan oleh Kepala SPK setempat agar dapat dijadikan dasar untuk proses penyidikan perkaranya.
Penerimaan Laporan
(1). Setiap laporan dan/atau pengaduan yang disampaikan oleh seseorang secara lisan atau tertulis, karena hak atau kewajibannya berdasarkan undang-undang, wajib diterima oleh anggota Polri yang bertugas di SPK.
(2). Dalam hal tindak pidana yang dilaporkan/diadukan oleh seseorang tempat kejadiannya (locus delicti) berada di luar wilayah hukum kesatuan yang menerima laporan, petugas SPK wajib menerima laporan untuk kemudian diteruskan/dilimpahkan ke kesatuan yang berwenang guna proses penyidikan selanjutnya.
(1). SPK yang menerima laporan/pengaduan, wajib memberikan Surat Tanda Terima Laporan (STTL) kepada pelapor/pengadu sebagai tanda bukti telah dibuatnya Laporan Polisi.
(2). Pejabat yang berwenang menandatangani STTL adalah Kepala SPK atau petugas yang ditunjuk untuk mewakilinya.
(3). Tembusan STTL wajib dikirimkan kepada Atasan Langsung dari Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksudpada ayat (2).
(1). Dalam proses penerimaan Laporan Polisi, petugas reserse di SPK wajib meneliti identitas pelapor/pengadudan meneliti kebenaran informasi yang disampaikan.
(2). Guna menegaskan keabsahan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), petugas meminta kepada pelapor/pengadu untuk mengisi formulir pernyataan bahwa:
a. perkaranya belum pernah dilaporkan/diadukan di kantor kepolisian yang sama atau yang lain;
b. perkaranya belum pernah diproses dan/atau dihentikan penyidikannya;
c. bersedia dituntut sesuai ketentuan hukum pidana yang berlaku, bilamana pernyataan atau keterangan yangdituangkan di dalam Laporan Polisi ternyata dipalsukan, tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau merupakan tindakan fitnah.
(3) Dalam hal pelapor dan/atau pengadu pernah melaporkan perkaranya ke tempat lain, atau perkaranyaberkaitan dengan perkara lainnya, pelapor/pengadu diminta untuk menjelaskan nama kantor Kepolisian yang pernahmenyidik perkaranya.
Penyaluran Laporan Polisi
(1).Laporan Polisi yang dibuat di SPK wajib segera diserahkan dan harus sudah diterima oleh Pejabat Reserse yang berwenang untuk mendistribusikan Laporan Polisi paling lambat 1 (satu) hari setelah Laporan Polisi dibuat.
(2)Laporan Polisi yang telah diterima oleh pejabat reserse yang berwenang selanjutnya wajib segera dicatat di dalam Register B 1.
(3)Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selanjutnya harus sudah disalurkan kepada penyidikyang ditunjuk untuk melaksanakan penyidikan perkara paling lambat 3 (tiga) hari sejak Laporan Polisi dibuat.
(1).Dalam hal Laporan Polisi harus diproses oleh kesatuan lain, setelah dicatat dalam register B 1, Laporan Polisi harus segera dilimpahkan ke kesatuan yang berwenang menangani perkara paling lambat 3 (tiga) hari setelah Laporan Polisi dibuat.
(2).Tembusan surat pelimpahan Laporan Polisi disampaikan kepada pihak Pelapor.
Pejabat yang berwenang menyalurkan Laporan Polisi adalah pejabat reserse yang ditunjuk di setiap tingkatan daerah hukum sebagai berikut:
a. Karo Analis pada tingkat Bareskrim Polri;
b. Kabag Analis Reskrim pada tingkat Polda;
c. Kasubbag Reskrim pada tingkat Polwil;
d. Kaurbinops Satuan Reserse tingkat KKO;
e. Kepala/Wakil Kepala Polsek.
Klasifikasi Perkara
(1).Setiap Laporan/Pengaduan harus diproses secara profesional, proporsional, objektif, transparan, dan akuntabel melalui penyelidikan dan penyidikan.
(2).Setiap penyidikan untuk satu perkara pidana tidak dibenarkan hanya ditangani oleh satu orangpenyidik, melainkan harus oleh Tim Penyidik dengan ketentuan sebagai berikut:
setiap tim penyidik sekurang-kurangnya terdiri dua orang penyidik;
dalam hal jumlah penyidik tidak memadai dibandingkan dengan jumlah perkara yang ditangani olehsuatu kesatuan, satu orang penyidik dapat menangani lebih dari satu perkara, paling banyak tiga perkara dalam waktu yang sama.
(1). Laporan Polisi untuk Perkara tindak pidana luar biasa (extra ordinary) seperti narkotika dan terorisme disalurkan kepada penyidik profesional dari satuan yang bersangkutan (satuan reserse narkoba dansatuan khusus anti teror).
(2)Dalam hal penanganan perkara luar biasa (extra ordinary) atau faktor kesulitan dalam penyidikan,dalam penanganan perkara dan pengungkapan jaringan pelaku tindak pidana luar biasa narkoba danterorisme, ketentuan tentang pembatasan jumlah penyidik dapat diabaikan.
(3).Dalam hal sangat diperlukan, pejabat penyalur Laporan Polisi dapat menugasi penyidik untuk melakukan penyidikan perkara yang membutuhkan prioritas, atas persetujuan dari atasan yang berwenang.
(1). Dalam perkara tertangkap tangan atau dalam keadaan tertentu atau dalam keadaan sangat mendesakyang membutuhkan penanganan yang sangat cepat, penyidik dapat melakukan tindakan penyidikan dengan seketikadi Tempat Kejadian Perkara tanpa harus dibuat Laporan Polisi terlebih dahulu.
(2)Dalam hal penanganan perkara yang mendesak Laporan Polisidan administrasi penyidikannya harus segera dilengkapi setelah penyidik selesai melakukan tindakan pertama ditempat kejadian perkara.
(3).Tindakan penyidikan yang dapat dilakukan secara seketika atau langsung , antara lain:
- melarang saksi mata yang diperlukan agar tidak meninggalkan TKP;
- mengumpulkan keterangan dari para saksi di TKP;
- menutup dan menggeledah lokasi TKP;
- menggeledah orang di TKP yang sangat patut dicurigai;
- mengumpulkan, mengamankan dan menyita barang bukti di TKP;
- menangkap orang yang sangat patut dicurigai;
- melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk kepentingan penyidikan.
(1). Dalam hal penanganan suatu perkara tindak pidana yang menyangkut objek yang sama atau pelaku yang sama, namun dilaporkan oleh beberapa pelapor pada suatu kesatuan atau dibeberapa kesatuan yang berbeda, dapat dilakukan penyatuan penanganan perkara pada satu kesatuan reserse
.
.
(2). Penyatuan penanganan perkara dapat dilaksanakan dalam hal sebagai berikut:
- suatu perkara yang lokasi kejadiannya mencakup beberapa wilayah kesatuan;
- perkaranya merupakan sengketa antara dua pihak atau lebih yang masing-masing saling melaporkan keSPK pada kesatuan yang sama atau melaporkan ke SPK di lain kesatuan;
- perkaranya merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka yang sama dengan beberapa korbanyang masing-masing membuat Laporan Polisi di SPK yang sama atau SPK di beberapakesatuan yang berbeda; dan
- perkaranya merupakan tindak pidana berganda yang dilakukan oleh tersangka dengan banyak korban dandilaporkan di SPK kesatuan yang berbeda-beda.
(3). Penyatuan penanganan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu dilakukan untuk tujuan:
- mempercepat proses penyidikan;
- memudahkan pengendalian dan pengawasan penyidikan;
- memudahkan pengumpulan, pengamanan dan proses penggunaan barang bukti untuk kepentingan penyidikan; dan
- memudahkan komunikasi pihak-pihak yang terkait dalam proses penyidikan.
(1). Terhadap perkara yang merupakan sengketa antara pihak yang saling melapor kepada kantor polisiyang berbeda, penanganan perkaranya dilaksanakan oleh kesatuan yang lebih tinggi atau kesatuan yang dinilai paling tepat dengan mempertimbangkan aspek efektivitas dan efisiensi.
(2). Pejabat yang berwenang untuk menentukan penyatuan tempat penyidikan adalah:
- Kepala Kesatuan Kewilayahan untuk perkara yang disidik oleh dua atau lebih kesatuan reserseyang berada di bawah wilayah hukum kesatuannya.
- Kepala Bareskrim Polri untuk perkara yang disidik oleh beberapa Polda.
(3). Pejabat yang berwenang menyatukan penanganan perkara menetapkan kesatuan reserse yang diperintahkan untuk melaksanakan penyidikan perkara pidana berdasarkan hasil gelar perkara yang diselenggarakan dengan menghadirkan para penyidik yang menangani LaporanPolisi yang akan disatukan penanganannya.
- (1). Dalam menangani suatu perkara yang sangat kompleks, atau jenis pidananya atau lingkup kejadiannya mencakup antar fungsi atau antar wilayah kesatuan, dapat dibentuk Tim Penyidik Gabungan.
- (2). Tim Penyidik Gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk dalam hal:
- perkara yang ditangani sangat kompleks membutuhkan tindakan koordinasi secara intensif antara penyidik, PPNS, instansi terkait dan/ atau unsur peradilan pidana (CJS);
- perkara terdiri dari berbagai jenis tindak pidana, berada di bawah kewenangan beberapa bidangreserse Polri atau kewenangan beberapa instansi;
- kejadian perkara yang ditangani mencakup beberapa wilayah kesatuan.
(3). Tim Gabungan Penyidik diawasi oleh Perwira Pengawas Penyidik yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang serendah-rendahnya:
- Direktur Reserse/Kadensus di Bareskrim Polri yang ditunjuk oleh Kabareskrim Polri untuk perkara yangberlingkup nasional dan mencakup beberapa bidang reserse atau perkara yang mencakup wilayah antarPolda;
- Direktur Reserse/Kadensus di tingkat Polda yang ditunjuk oleh Kapolda untuk perkara yang berlingkupdalam wilayah suatu Polda; dan
- Kepala Satuan/Bagian Reserse di tingkat Polwil yang ditunjuk Kapolwil untuk perkara yang berlingkupdalam suatu Polwil.
- Penerimaan dan penyaluran Laporan Polisi;
- Penyelidikan;
- Proses penanganan perkara;
- Pemanggilan;
- Penangkapan dan penahanan;
- Pemeriksaan;
- Penggeledahan dan penyitaan;
- Penanganan barang bukti;
- Penyelesaian perkara;
- Pencarian orang, pencegahan dan penangkalan
- Tindakan koreksi dan sanksi.
Sumber:
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2009
Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana
Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia
No comments:
Post a Comment