Wednesday, November 28, 2018

TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI

Barang Bukti 
adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan

Pengelolaan Barang Bukti 
adalah tata cara atau proses penerimaan, penyimpanan, pengamanan, perawatan, pengeluaran dan pemusnahan benda sitaan dari ruang atau tempat khusus penyimpanan barang bukti

Catatan atas Laporan Keuangan disingkat CaLK 
adalah bagian komponen laporan keuangan yang mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan untuk dituangkan ke dalam Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) sebagai penyajian yang wajar atas laporan keuangan.

Pejabat Pengelola Barang Bukti  disingkat  PPBB  
adalah anggota Polri yang mempunyai tugas dan wewenang  untuk menerima, menyimpan, mengamankan, merawat, mengeluarkan dan memusnahkan benda sitaan dari ruang atau tempat khusus penyimpanan barang bukti

Barang bukti dapat digolongkan berdasarkan benda:
a. bergerak
merupakan benda yang dapat dipindahkan dan/atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain.  sifatnya antara lain: a. mudah meledak; b. mudah menguap; c. mudah rusak; dan d. mudah terbakar.
wujudnya antara lain: a. padat; b. cair; dan c. gas. 


b. tidak bergerak.
 antara lain:
a. tanah beserta bangunan yang berdiri di atasnya;
b. kayu tebangan dari hutan dan kayu dari pohon-pohon yang berbatang tinggi selama kayu-kayuan itu belum dipotong;
c. kapal laut dengan tonase yang ditetapkan dengan ketentuan; dan
d. pesawat terbang.
 
Barang bukti dikelompokkan berdasarkan status hukum: 
a. hasil penyidikan tindak pidana; dan 
b. hasil penindakan pelanggaran lalu lintas.
 

BARANG TEMUAN SEBAGAI BARANG BUKTI 

Pasal 7
(1) Barang temuan diperoleh petugas Polri pada saat melakukan tindakan kepolisian ataupun ditemukan masyarakat berupa benda dan/atau alat yang ada kaitannya dengan peristiwa pidana yang terjadi atau ditinggalkan tersangka karena melarikan diri atau tersangka belum tertangkap.

(2) Barang temuan , dapat dijadikan barang bukti setelah dilakukan penyitaan oleh penyidik karena diduga:
a. seluruh atau sebagian benda dan/atau alat diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana;
b. telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana; dan
c. mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

(3)     Penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan  menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana.

Pasal 8
 (1) Barang  bukti temuan  yang  telah  disita  penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam wajib diserahkan kepada Pengemban Fungsi Pengelolaan Barang Bukti.
 

(2) Pengemban Fungsi Pengelolaan Barang Bukti yang menerima penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan pencatatan ke dalam buku register dan disimpan pada tempat penyimpanan barang bukti

(3) Dalam hal barang bukti temuan berupa benda yang mudah rusak atau membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan, dapat diambil tindakan sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Pidana.

(4) Dalam hal barang bukti temuan berupa narkotika jenis tanaman, dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam wajib dimusnahkan sejak saat ditemukan, setelah sebagian disisihkan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan      di sidang pengadilan.


PENGEMBAN FUNGSI PENGELOLAAN BARANG BUKTI 

Pasal 9
 (1) Pengelolaan barang bukti di lingkungan Polri dilaksanakan oleh Pengemban Fungsi Pengelolaan Barang Bukti.

(2) Pengemban Fungsi Pengelolaan Barang Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. tingkat Mabes Polri, oleh:
 1. Bagian Tahanan dan Barang Bukti (Bagtahti) Bareskrim Polri;
 2. Bagtahti Baharkam Polri;
 3. Subbagian Tahanan dan Barang Bukti (Subbagtahti) Korlantas Polri; dan
 4. Subbagtahti Densus 88 AT Polri;

b. tingkat Polda oleh Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dittahti) Polda;

c. tingkat Polres oleh Satuan Tahanan dan Barang Bukti (Sattahti) Polres; dan

d. tingkat Polsek oleh Urusan Tahanan dan Barang Bukti (Urtahti) Polsek


PROSEDUR PENGELOLAAN BARANG BUKTI

Penerimaan dan Penyimpanan

Pasal 12
 (1) Dalam penerimaan penyerahan barang bukti oleh penyidik, PPBB wajib melakukan tindakan sebagai berikut: 
a. meneliti Surat Perintah Penyitaan dan Berita Acara Penyerahan Barang Bukti yang dibuat oleh penyidik untuk dijadikan dasar penerimaan barang bukti;

b. mengecek dan mencocokan jumlah dan jenis barang bukti yang diterima sesuai dengan Berita Acara Penyerahan Barang Bukti;

c. memeriksa dan meneliti jenis baik berdasarkan sifat, wujud, dan/atau kualitas barang bukti yang akan diterima guna menentukan tempat penyimpanan yang sesuai; 

d. mencatat barang bukti yang diterima ke dalam buku register daftar barang bukti, ditandatangani oleh petugas yang menyerahkan dan salah satu PPBB yang menerima penyerahan, serta disaksikan petugas lainnya; 

e. melakukan pemotretan terhadap barang bukti sebagai bahan dokumentasi; 

f. mencoret dari buku register, barang bukti yang sudah dimusnahkan atau yang sudah diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum; dan 

g. melaporkan tindakan yang telah dilakukan kepada penyidik dan Kasatker.

(2) PPBB wajib melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, paling lama 2 (dua) hari harus selesai dilakukan.
 
Pasal 13

(1) Dalam hal barang bukti yang diperiksa dan diteliti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c secara kuantitas tidak memungkinkan disimpan dan memerlukan biaya penyimpanan tinggi, tempat penyimpanannya yaitu ditempat asal barang bukti disita.

(2) Dalam hal barang bukti yang diperiksa dan diteliti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c secara kualitas lekas rusak dan tidak tahan lama, dapat dilelang sesuai ketentuan dalam Hukum Acara Pidana.

(3) Dalam hal barang bukti yang diperiksa dan diteliti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c secara kualitas mudah terbakar, menguap, dan meledak, dapat dimusnahkan sesuai ketentuan dalam Hukum Acara Pidana.

(4) Dalam hal barang bukti yang diperiksa dan diteliti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c bersifat terlarang, dapat dimusnahkan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang tentang Narkotika dan Psikotropika.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dituangkan dalam Berita Acara dan ditandatangani pihak-pihak terkait. 

Pasal 14

(1) Dalam  hal  Pengemban Fungsi Pengelolaan Barang Bukti melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c memerlukan ahli, Pejabat Pengemban Fungsi Pengelolaan Barang Bukti dapat meminta pendapat ahli dimaksud untuk melakukan pemeriksaan dan penelitian barang bukti

(2) Pemeriksaan dan penelitian barang bukti  yang dilakukan oleh  ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dibuatkan berita acara yang ditanda tangani oleh ahli yang bersangkutan dan diketahui oleh Pengemban Fungsi Pengelolaan Barang Bukti.

Pasal 14 A

(1) Barang Bukti yang bernilai ekonomis dalam bentuk uang dengan nilai paling sedikit Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah), dilakukan tindakan sebagai berikut:

a. disimpan pada rekening penampungan Barang Bukti; 

b. rekonsiliasi setiap bulan antara Pengemban Fungsi Pengelolaan Barang Bukti dengan:

1. Seksi Keuangan (Sikeu) pada tingkat Polres;

2. Urusan Keuangan (Urkeu) Ditreskrimum pada tingkat Polda; dan

3. Urkeu Dittipidkor atau Urkeu Bareskrim Polri pada tingkat Mabes Polri;

c. diungkapkan dalam CaLK semester dan tahunan, setelah dilakukan rekonsiliasi antara Pengemban Fungsi Pengelolaan Barang Bukti secara berjenjang dengan:
1. Sikeu pada tingkat Polres;
2. Bidang Keuangan (Bidkeu) pada tingkat Polda; dan 
3. Pusat Keuangan (Puskeu) pada tingkat Mabes Polri. 

(2) Barang Bukti yang bernilai ekonomis dalam bentuk uang dengan nilai kurang dari Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah), dilakukan tindakan sebagai berikut:

a. disimpan pada brankas Pengemban Fungsi Barang Bukti; 

b. pencocokan jumlah nilai uang dengan data setiap bulan antara Pengemban Fungsi Pengelolaan Barang Bukti dengan penyidik; dan

c. diungkapkan dalam CaLK semester dan tahunan, setelah dilakukan rekonsiliasi antara Pengemban Fungsi Pengelolaan Barang Bukti secara berjenjang dengan:
1. Sikeu pada tingkat Polres;
2. Bidang Keuangan (Bidkeu) pada tingkat Polda; dan 
3. Pusat Keuangan (Puskeu) pada tingkat Mabes Polri.

(3) Barang Bukti dalam bentuk mata uang asing, dilakukan tindakan sebagai berikut:

a. disimpan di brankas atau safety box bank;

b. dapat disimpan pada rekening penampungan barang bukti mata uang asing; dan

c. pencocokan jumlah nilai uang dengan data setiap bulan antara Pengemban Fungsi Pengelolaan Barang Bukti dengan penyidik; dan

d. diungkapkan dalam CaLK semester dan tahunan, setelah dilakukan rekonsiliasi antara Pengemban Fungsi Pengelolaan Barang Bukti secara berjenjang dengan: 1. Sikeu pada tingkat Polres;
2. Bidang Keuangan (Bidkeu) pada tingkat Polda; dan 
3. Pusat Keuangan (Puskeu) pada tingkat Mabes Polri.

(4) Barang bukti yang bernilai ekonomis selain uang, diungkapkan dalam CaLK.

(5) Penyimpanan dan pengambilan barang bukti berupa uang oleh penyidik ke rekening penampungan barang bukti wajib didampingi oleh Pengemban Fungsi Barang Bukti.

Pengamanan dan Perawatan


Pasal 15
 (1) Ketua Pengelola Barang Bukti bertanggung jawab penuh terhadap keamanan dan keutuhan barang bukti baik secara kuantitas maupun kualitasnya.

(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk kegiatan:
a. melakukan pemeriksaan dan pengawasan secara berkala paling lama 2 (dua) minggu sekali terhadap barang bukti yang disimpan di tempat penyimpanan barang bukti yang telah ditentukan atau tempat lain, dan dituangkan dalam buku kontrol barang bukti;
b. mengawasi jenis-jenis  barang bukti tertentu yang berbahaya, berharga, dan/atau yang memerlukan pengawetan; 
c. menjaga dan mencegah agar barang bukti yang disimpan tidak terjadi pencurian, kebakaran ataupun kebanjiran; 
d. mengarahkan dan mengatur pembagian tugas bawahannya untuk menjaga, memelihara dan  mengamankan barang bukti yang disimpan;
e. mencatat dan melaporkan kepada penyidik dan/atau atasan penyidik yang menyita bila terjadi kerusakan dan penyusutan serta kebakaran dan pencurian terhadap barang bukti yang disimpan; dan
f. menindak PPBB yang lalai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

(1) Apabila barang bukti yang disimpan mengalami kerusakan, penyusutan, pencurian atau kebakaran, dilakukan penyidikan sesuai ketentuan yang berlaku.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila ternyata dilakukan atau akibat kelalaian, terhadap pelakunya dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
 

Pengeluaran dan Pemusnahan
 

Pasal 17

(1) Pengeluaran barang bukti untuk keperluan penyidikan oleh penyidik, harus berdasarkan surat permintaan yang sah dari penyidik yang menyita dan diketahui oleh atasan penyidik.

(2) Terhadap pengeluaran barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengelola Barang Bukti harus:
a. memeriksa dan meneliti surat permintaan pengeluaran barang bukti yang diajukan oleh penyidik yang diketahui oleh atasan penyidik;
b. membuat berita acara serah terima dan menyampaikan tembusannya kepada atasan penyidik; 
c. mencatat lama peminjaman barang bukti dalam buku mutasi atau register yang tersedia; dan
d. menerima, memeriksa, meneliti dan menyimpan kembali barang bukti yang telah dipinjam dan diserahkan oleh penyidik.

Pasal 18

(1) Pengeluaran barang bukti untuk dikirimkan kepada Jaksa Penuntut Umum yang dilakukan oleh penyidik, harus berdasarkan surat permintaan yang sah dari penyidik yang menyita dan diketahui atasan penyidik dengan melampirkan bukti P21 dari Jaksa Penuntut Umum.

(2) Pengeluaran barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengelola Barang Bukti harus melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dan b serta mencoret barang bukti dari buku register daftar barang bukti.

Pasal 19

(1) Pengeluaran barang bukti untuk dikembalikan kepada orang atau dari siapa benda itu disita atau kepada mereka yang berhak harus berdasarkan surat perintah dan/atau penetapan pengembalian barang bukti dari atasan penyidik.

(2) Pelaksanaan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengelola Barang Bukti harus melakukan tindakan:
a. memeriksa dan meneliti surat perintah dan atau surat penetapan pengembalian barang bukti dari atasan penyidik; 
b. membuat berita acara serah terima yang tembusannya disampaikan kepada atasan penyidik; dan c. mencatat dan mencoret barang bukti tersebut  dari daftar yang tersedia.

Pasal 20

(1) Dalam hal barang bukti yang disita lekas rusak dan/atau biaya penyimpanan terlalu tinggi, sehingga tidak memungkinkan disimpan lama, dapat dilaksanakan pengeluaran barang bukti untuk dijual lelang berdasarkan surat perintah atau penetapan yang dikeluarkan oleh atasan penyidik.

(2) Terhadap pelaksanaan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengelola Barang Bukti harus melakukan prosedur sebagai berikut: a. memeriksa dan meneliti surat perintah dan/atau penetapan penjualan lelang terhadap barang bukti tersebut; b. membuat berita acara serah terima yang tembusannya disampaikan kepada atasan penyidik dan tersangka; dan c. mencatat dan mmencoret barang bukti tersebut dari daftar yang tersedia.

(3) Hasil pelaksanaan lelang yang berupa uang, dipakai sebagai barang bukti dan disimpan di Bank serta dicatat dalam buku register yeng tersedia.

(4) Sebelum pelaksanaan lelang, barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil untuk keperluan pembuktian dan dicatat dalam buku register yang tersedia

Pasal 21

(1) Pengeluaran barang bukti untuk dimusnahkan berupa:
a. narkotika, psikotropika, dan obat-obatan terlarang, dilakukan setelah mendapat surat penetapan dari Kepala Kejaksaan Negeri setempat dan surat perintah pemusnahan dari atasan Penyidik;
b. benda bergerak dan tidak bergerak selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan setelah mendapat surat penetapan dari Kepala Pengadilan Negeri setempat dan surat perintah pemusnahan dari atasan Penyidik.

(2) Surat perintah pemusnahan dari atasan Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikeluarkan oleh: a. Direktur/Detasemen pengemban fungsi penyidikan tingkat Mabes Polri; b. Direktur pengemban fungsi penyidikan tingkat Polda; atau c. Kapolres pada tingkat Polres. 
(3) Terhadap pelaksanaan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat pengemban fungsi pengelolaan barang bukti harus melakukan tindakan sebagai berikut:
 
a. memeriksa dan meneliti surat perintah dan penetapan pemusnahan barang bukti;
b. membuat berita acara serah terima yang tembusannya disampaikan kepada atasan penyidik dan tersangka; dan
c. mencatat pengeluaran barang bukti dalam buku register penyerahan.

(4) Sebelum pelaksanaan pemusnahan, barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib disisihkan untuk keperluan pembuktian dan pemeriksaan laboratoris yang dicatat dalam buku register. 

Pasal 22
Pengeluaran untuk penghapusan barang bukti dari daftar register di tempat penyimpanan barang bukti yang dikarenakan kerusakan, penyusutan, kebakaran, pencurian atau karena bencana alam dilakukan oleh suatu panitia khusus yang dibentuk oleh Ketua Pengelola Barang Bukti.
 

PROSEDUR PINJAM PAKAI BARANG BUKTI OLEH PEMILIK 

Pasal 23

(1) Barang bukti yang disita dan disimpan di tempat khusus hanya dapat dipinjampakaikan kepada pemilik atau pihak yang berhak.

(2) Prosedur pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. pemilik atau pihak yang berhak mengajukan permohonan kepada atasan penyidik;
b. atasan penyidik melakukan penilaian dan pertimbangan untuk menolak atau mengabulkan permohonan tersebut; dan
c. setelah permohonan dikabulkan, atasan penyidik membuat rekomendasi kepada Pejabat Pengemban Fungsi Pengelolaan Barang Bukti.

(3) Atasan penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. tingkat Mabes Polri; 
1. pejabat struktural yang karena jabatannya sebagai atasan penyidik: a) Kapolri; b) Kabaharkam Polri; c) Kabareskrim Polri;  d) Kakorlantas Polri; e) Direktur pada Bareskrim Polri. f) Dirpolair Baharkam Polri; dan g) Kepala Detasemen Khusus (Kadensus) 88 AT Polri; 

2. atasan langsung yang membawahi Penyidik; 
b. tingkat Polda: 1. pejabat struktural yang karena jabatannya sebagai atasan penyidik: a) Kapolda; b) Dirreskrim, Dirlantas, Dirpolair;  c) Kasubdit pada Ditreskrim; dan d) Kasilaka Subditbingakkum Ditlantas, Kasubdit Gakum Ditpolair;  2. atasan langsung yang membawahi penyidik;
c. tingkat Polres: 1. pejabat struktural yang karena jabatannya sebagai atasan penyidik: a) Kapolres; b) Kasatreskrim, Kasatlantas, Kasatpolair; dan c) Kapolsek;  2. atasan langsung yang membawahi penyidik.

(4) Penilaian dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b , didasarkan atas:
a. bukti kepemilikan barang bukti yang sah;
b. kesediaan untuk merawat dan tidak mengubah bentuk, wujud, dan warna barang bukti;
c. kesediaan untuk menghadirkan barang bukti bila diperlukan sewaktu-waktu; dan
d. kesediaan untuk tidak memindahtangankan barang bukti kepada pihak lain.

PENGAWASAN  PENGELOLAAN BARANG BUKTI 


Pasal 24

Pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan barang bukti selain dilakukan secara:
a. umum; dan
b. khusus.


Pasal 25

(1) Pengawasan secara umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, secara berjenjang dilaksanakan oleh Kasatfung dan Kasatker di bawah koordinasi Kabareskrim Polri.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan:
a. memeriksa administrasi dan buku register daftar barang bukti;
b. memeriksa kondisi tempat penyimpanan; dan
c. memeriksa kondisi fisik barang bukti

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk: a. supervisi; dan
b. dihapus.

Pasal 26

(1) Pengawasan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b, dilakukan apabila terdapat kejadian yang bersifat khusus, sehingga perlu dibentuk tim yang ditunjuk berdasarkan surat perintah.

(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur:
a. Inspektorat Pengawasan;
b. Propam;
c. Intelijen Keamanan; dan
d. fungsi terkait lainnya.

(3) Kejadian yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a. adanya laporan atau ditemukannya penyimpangan;
b. penyalahgunaan barang bukti;
c. hilangnya barang bukti; dan
d. adanya bencana yang bisa mengakibatkan barang bukti hilang atau rusak


ADMINISTRASI DAN PELAPORAN 


Pasal 27

(1) Administrasi pengelolaan barang bukti terdiri dari: a. berita acara; b. surat tanda penerimaan barang bukti; c. surat penerimaan barang bukti; d. buku register daftar barang bukti;  e. buku kontrol barang bukti; f. laporan bulanan; dan g. laporan semester dan tahunan.

(2) Format administrasi pengelolaan barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.

Pasal 28

(1) Pelaporan pengelolaan barang bukti dibuat secara periodik (bulanan, semester dan tahunan) yang ditandatangani pejabat pengemban fungsi pengelolaan barang bukti, dan dilaporkan secara berjenjang.

(2) Pelaporan dibuat oleh pengemban fungsi pengelolaan barang bukti setelah menerima penyerahan barang bukti dari penyidik.

(3) Pelaporan pengelolaan barang bukti berupa rekapitulasi dilaksanakan semester dan tahunan.
Pasal 28 A

Mekanisme pelaporan barang bukti sebagai berikut:

a. tingkat Polsek:

1. Penyidik Polsek melaporkan secara tertulis barang bukti yang ditangani kepada Kaurtahti;

2. Kaurtahti mencocokkan catatan barang bukti secara administrasi dan fisik barang bukti;

3. Pencocokan administrasi dengan melihat buku register penyitaan (B.07), buku register BB (B.13), dan buku laporan polisi B1 dan B2 serta buku register B.12A;

4. apabila terdapat barang bukti uang disimpan:
a) di dalam brankas, dicocokkan antara jumlah fisik uang yang tercatat dalam buku register penyitaan; dan
b) di rekening penampungan, dicocokkan antara bukti transfer bank dengan saldo akhir perbulan dan buku register penyitaan;

5. Urtahti membuat berita acara rekonsiliasi, dan ditandatangani oleh Kaurtahti dan Kasium diketahui oleh Kapolsek;

6. Laporan dan berita acara rekonsiliasi dikirimkan kepada Kapolres;

b. tingkat Polres: 1. Penyidik pada Polres melaporkan secara tertulis barang bukti yang ditangani kepada Kasattahti; 2. Kasattahti mencocokkan catatan barang bukti secara administrasi dan fisik barang bukti; 3. Pencocokan administrasi dengan melihat buku register penyitaan (B.07), buku register BB (B.13), dan buku laporan polisi B1 dan B2 serta buku register B.12A; 4. apabila terdapat barang bukti uang disimpan:
a) di dalam brankas, dicocokkan antara jumlah fisik uang yang tercatat dalam buku register penyitaan; dan
b) di rekening penampungan, dicocokkan antara bukti transfer bank dengan saldo akhir perbulan dan buku register penyitaan;

5. Kasattahti membuat berita acara rekonsiliasi, dan ditandatangani oleh Kasattahti dan Kasikeu diketahui oleh Kapolres; 6. Laporan dan berita acara rekonsiliasi dikirimkan kepada Kapolda;

c. tingkat Polda: 1. Penyidik pada Polda melaporkan secara tertulis barang bukti yang ditangani kepada Dirtahti; 2. Dirtahti mencocokkan catatan barang bukti secara administrasi dan fisik barang bukti;

3. Pencocokan administrasi dengan melihat buku register penyitaan (B.07), buku register BB (B.13), dan buku laporan polisi B1 dan B2 serta buku register B.12A;

4. apabila terdapat barang bukti uang disimpan: a) di dalam brankas, dicocokkan antara jumlah fisik uang yang tercatat dalam buku register penyitaan; dan b) di rekening penampungan, dicocokkan antara bukti transfer bank dengan saldo akhir perbulan dan buku register penyitaan;

5. Dirtahti membuat berita acara rekonsiliasi, dan ditandatangani oleh Dirtahti dan Kabidkeu; 6. Laporan dan berita acara rekonsiliasi dikirimkan kepada Kabareskrim;
d. tingkat Mabes Polri: 1. Penyidik pada Mabes Polri melaporkan secara tertulis barang bukti yang ditangani: a) Bareskrim Polri kepada Kabagtahti Bareskrim Polri; b) Baharkam Polri kepada Kabagtahti Baharkam Polri; c) Densus 88 AT Polri kepada Kasubbagtahti Densus 88 AT Polri; 2. Kabagtahti dan Kasubbagtahti mencocokkan catatan barang bukti secara administrasi dan fisik barang bukti;

3. Pencocokan administrasi dengan melihat buku register penyitaan (B.07), buku register BB (B.13), dan buku laporan polisi B1 dan B2 serta buku register B.12A;

4. apabila terdapat barang bukti uang disimpan: a) di dalam brankas, dicocokkan antara jumlah fisik uang yang tercatat dalam buku register penyitaan; dan b) di rekening penampungan, dicocokkan antara bukti transfer bank dengan saldo akhir perbulan dan buku register penyitaan;
5. Kabagtahti Baharkam Polri, Kasubbagtahti Korlantas Polri dan  Kasubbagtahti Densus 88 AT Polri melaporkan kepada Kabagtahti Bareskrim Polri;

6. Kabagtahti Bareskrim Polri membuat berita acara rekonsiliasi dan ditandatangani oleh: a) Kaurkeu dan Kabagtahti Bareskrim Polri serta Kabidkeu II Mabes Polri, pada Satker Bareskrim Polri dan melaporkan kepada Kabareskrim Polri; b) Kabagtahti Bareskrim Polri, Kapuskeu Polri dan Kabareskrim Polri, pada tingkat Mabes Polri;

7. Laporan dan berita acara rekonsiliasi dikirimkan kepada Kapolri. 

a) untuk Dittipidkor karena memiliki rekening penampungan sendiri, Berita Acara rekonsiliasi ditandatangani oleh Direktur Tipikor dan Kapuskeu, diketahui Kabareskrim dan tembusan dikirim ke Bagtahti Bareskrim Polri.


Sumber:
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR   8   TAHUN 2014  TENTANG PERUBAHAN ATAS  PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG  TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No comments:

Post a Comment