Penghentian Penyidikan
Dasar Penghentian Penyidikan
(1). Pertimbangan untuk melakukan penghentian penyidikan perkara terdiri dari:
- tidak cukup bukti;
- perkaranya bukan perkara pidana; dan/atau
- demi hukum.
(2). Penghentian penyidikan perkara demi hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
- tersangka meninggal dunia;
- perkara telah melampaui masa daluwarsa;
- pengaduan dicabut bagi delik aduan; dan/atau
- nebis in idem (tindak pidana memperoleh putusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap).
Penghentian Penyidikan
Pelaksanaan penghentian penyidikan oleh penyidik, dilakukan dalam bentuk:
- penerbitan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) oleh pejabat yang berwenang;
- pembuatan Berita Acara Penghentian Penyidikan yang dibuat oleh penyidik dan disahkan oleh PengawasPenyidik; dan
- pengiriman surat pemberitahuan penghentian penyidikan perkara oleh penyidik kepada tersangka/keluarganya dan JPU.
(1). Pejabat yang berwenang menandatangani SP3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 huruf a serendah-rendahnya:
a. Direktur Reserse/Kadensus pada Bareskrim Polri;
b. Direktur Reserse/Kadensus di tingkat Polda;
c. Kepala Kesatuan Kewilayahan setingkat Polwil; atau
d. Kepala Kesatuan Resor setingkat Polres.
(2). Pejabat yang berwenang menandatangani SP3 merupakan pejabat yang mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 119 huruf a adalah:
- Direktur Reserse/Kadensus pada Bareskrim Polri setelah mendapatkan persetujuan Kabareskrim Polri;
- Direktur Reserse/Kadensus di tingkat Polda setelah mendapatkan persetujuan Kapolda;
- Kepala Satuan/Bagian Reserse di tingkat Polwil setelah mendapatkan persetujuan kepada Kapolwil; atau
- Kepala Satuan Reserse di tingkat Polres setelah mendapatkan persetujuan Kapolres.
Berita Acara Penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 huruf b harus dibuatoleh penyidik paling lambat 2 (dua) hari setelah diterbitkannya SP3.
Prosedur Penghentian Penyidikan
(1).Penghentian Penyidikan hanya dapat dilaksanakan setelah dilakukan tindakan penyidikan secara maksimal dan hasilnyaternyata penyidikan tidak dapat dilanjutkan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116.
(2).Keputusan penghentian penyidikan sebagaimana dimakud pada ayat (1) hanya dapat dilaksanakan setelah melalui2 (dua) tahapan gelar perkara luar biasa.
(3).Gelar perkara untuk penghentian penyidikan dipimpin oleh pejabat yang berwenang serendah-rendahnya:
a. Karo Analis pada Bareskrim Polri;
b. Direktur Reserse/Kadensus di tingkat Polda;
c. Kepala Satuan/Bagian Reserse di tingkat Polwil; atau
d. Kepala Satuan Reserse di tingkat Polres.
(1). Gelar perkara luar biasa tahap pertama untuk penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal121 ayat (2) dihadiri sekurang-kurangnya:
Penyidik dan Pengawas Penyidik;
- pejabat atasan Perwira Pengawas Penyidik atau pejabat yang membuat Surat Perintah Penyidikan;
- Itwas Polri;
- Binkum Polri;
- Propam Polri;
- saksi Ahli;
- dapat menghadirkan pihak pelapor; dan
- dapat menghadirkan pihak terlapor.
(2). Gelar perkara luar biasa tahap kedua untuk penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal121 ayat (2) dihadiri sekurang-kurangnya:
- Penyidik dan Pengawas Penyidik;
- pejabat atasan Perwira Pengawas Penyidik atau pejabat yang membuat Surat Perintah Penyidikan;
- Itwas Polri;
- Binkum Polri
- Propam Polri;
- pihak pelapor beserta penasihat hukumnya;
- pihak terlapor beserta penasihat hukumnya; dan
- pejabat JPU bila sangat diperlukan.
(1). Pelaksanaan gelar perkara luar biasa untuk penghentian penyidikan perkara meliputi:
- pembukaan gelar perkara oleh pimpinan gelar;
- paparan Tim Penyidik tentang pokok perkara, pelaksanaan penyidikan, dan hasil penyidikan yang telahdilaksanakan;
- paparan penyidik tentang alasan penghentian penyidikan;
- tanggapan dan diskusi para peserta gelar perkara; dan
- kesimpulan hasil gelar perkara.
(2). Tahap kelanjutan hasil gelar perkara meliputi:
- pembuatan laporan hasil gelar perkara;
- penyampaian laporan kepada pejabat yang berwenang dengan melampirkan hasil notulen;
- arahan dan disposisi pejabat yang berwenang;
- pelaksanaan hasil gelar oleh Tim Penyidik; dan
- pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan hasil gelar oleh Perwira Pengawas Penyidik.
(1). Hasil gelar perkara penghentian penyidikan dilaporkan kepada pejabat atasan pimpinan gelar perkara untukmendapatkan arahan dan keputusan tindak lanjut hasil gelar perkara.
(2). Dalam hal pejabat atasan pimpinan gelar perkara menyetujui untuk dilaksanakan penghentian penyidikan penyidikwajib segera melaksanakan penghentian penyidikan.
(3). Dalam hal pejabat atasan pimpinan gelar perkara tidak menyetujui hasil putusan gelar perkaramaka atasan penyidik membuat sanggahan tertulis terhadap hasil gelar disertai alasan yang cukupyang diajukan kepada pimpinan kesatuan atas.
(4). Pengawas Penyidik kesatuan atas melakukan supervisi terhadap sanggahan hasil gelar.
Prosedur Melanjutkan Proses Penyidikan
(1).Dalam hal perkara yang telah dihentikan penyidikannya, dapat dilanjutkan proses penyidikan berdasarkan:
keputusan pra peradilan yang menyatakan bahwa penghentian penyidikan tidak sah dan penyidik wajibmelanjutkan penyidikan;
- diketemukan bukti baru (novum) yang dapat segera diselesaikan dan diserahkan ke JPU; dan
- hasil gelar perkara luar biasa yang dihadiri dan diputuskan oleh pejabat yang berwenanguntuk membatalkan keputusan penghentian penyidikan yang diduga terdapat kekeliruan, cacat hukum, atau terdapatpenyimpangan;
(2).Pejabat yang berwenang untuk melanjutkan proses penyidikan serendah-rendahnya:
- Kabareskrim untuk perkara yang ditangani di tingkat Mabes Polri;
- Kapolda untuk perkara yang ditangani di tingkat Polda dan jajarannya; atau
- Kapolwil untuk perkara yang ditangani di tingkat Polwil dan Polres jajarannya.
(3).Gelar perkara luar biasa untuk melanjutkan penyidikan sekurang-kurangnya dihadiri oleh:
- penyidik dan Perwira Pengawas Penyidik yang menghentikan penyidikan;
- pejabat yang mengeluarkan keputusan penghentian penyidikan;
- Atasan pejabat yang mengeluarkan keputusan penghentian penyidikan atau yang mewakili;
- Itwas Polri;
- Binkum Polri;
- Propam Polri;
- pihak pelapor; dan
- pihak terlapor.
- Bagian Kedua
Pemberkasan Perkara
(1).Seluruh dokumen hasil pelaksanaan tindakan penyidikan wajib dikumpukan di dalam Berkas Perkara sesuaidengan Tata Naskah yang telah ditentukan.
(2). Berkas Perkara hanya diperuntukkan untuk menghimpun seluruh dokumen administrasi penyidikan dan Berita Acarasetiap tindakan dalam proses penyidikan.
(3).Barang bukti yang disita berupa dokumen tidak dibenarkan disimpan di dalam Berkas Perkara,tetapi harus di tempat khusus penyimpanan Barang Bukti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4).Berkas Perkara wajib disimpan di ruang kerja penyidik atau disimpan pada database elektronikdan setiap saat harus dapat diperiksa oleh Perwira Pengawas Penyidik dan/atau Atasan Penyidik.
(1). Berkas Perkara sekurang-kurangnya berisi:
- sampul berkas perkara;
- daftar isi;
- berita acara pendapat/resume;
- laporan polisi;
- berita acara setiap tindakan penyidik;
- surat-surat administrasi penyidikan;
- daftar saksi;
- daftar tersangka; dan
- daftar barang bukti.
(2). Berkas Perkara untuk penyidikan yang telah diselesaikan, wajib di segel untuk menjamin keutuhandan keaslian Berkas Perkara.
Penelitian Berkas Perkara
(1).Dalam rangka pengawasan dan pengendalian penyelesaian perkara, setiap Berkas Perkara yang telah selesaipenyidikannya wajib diteliti oleh Perwira Pengawas Penyidik meliputi susunan dan isi Berkas Perkara.
(2).Penyidik yang telah menyelesaikan seluruh kegiatan penyidikan, wajib segera melaksanakan pemberkasan dan menyerahkanBerkas Perkara kepada Perwira Pengawas Penyidik untuk dilaksanakan penelitian yang mencakup susunan dokumendan substansi Berkas Perkara.
(3).Penelitian terhadap substansi berkas perkara meliputi persyaratan formil dan persyaratan materiil untuk setiapdokumen yang dibuat oleh penyidik.
(4).Persyaratan formil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mencakup masalah persyaratan format pembuatansurat atau Berita Acara meliputi: pencantuman nama dan tempat kesatuan, pro justitia, judulsurat, penomoran, tempat dan tanggal pembuatan, nama dan tanda tangan penyidik/penyidik pembantu sertapengesahan oleh atasan penyidik/ penyidik pembantu.
(5).Persyaratan materiil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mencakup persyaratan materi surat atau BeritaAcara meliputi: Dasar pembuatan surat, uraian tentang fakta-fakta, pembahasan, analisa perkara, analisa yuridisdan kesimpulan.
Penyerahan Perkara
(1).Berkas perkara yang dinyatakan telah selesai dan telah diteliti oleh Perwira Pengawas Penyidik,wajib segera dilaporkan kepada Pejabat yang berwenang untuk menyerahkan Berkas Perkara kepada JPU.
(2). Pejabat yang berwenang menentukan dan menandatangani penyerahan berkas perkara merupakan pejabat yang berwenangmenandatangani Surat Perintah Penyidikan, serendah-rendahnya:
- Direktur Reserse/Kadensus pada Bareskrim Polri;
- Direktur Reserse/Kadensus di tingkat Polda;
- Kepala Satuan/Bagian Reserse di tingkat Polwil;
- Kepala Satuan Reserse di tingkat Polres; atau
- Kepala Kewilayahan tingkat Polsek.
(3). Surat Penyerahan Berkas Perkara wajib ditembuskan kepada Atasan Langsung Pejabat yang berwenang sebagaimanadimaksud pada ayat (2).
(1). Surat pengantar bersama Berkas Perkara diserahkan oleh Penyidik kepada JPU dan wajib dicatatdi dalam Buku Ekspedisi.
(2). Penyerahan Berkas Perkara kepada JPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicatat denganketerangan yang jelas mengenai nama, jabatan, tanda tangan petugas dan cap kesatuan daripetugas dari kesatuan Polri yang menyerahkan dan petugas kejaksaan yang menerima penyerahan.
(1). Dalam hal berkas perkara yang diserahkan kepada JPU dinyatakan belum lengkap, penyidik wajibsegera melengkapi kekurangan Berkas Perkara sesuai dengan petunjuk JPU dalam waktu yang sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2). Dalam hal berkas perkara dinyatakan lengkap oleh JPU, penyidik wajib segera melaksanakanpenyerahan Berkas Perkara tahap kedua berikut tersangka dan barang buktinya.
(1). Surat Penyerahan Berkas Perkara tahap kedua ditandatangani oleh Pejabat yang mengeluarkan Surat PerintahPenyidikan.
(2). Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, surat penyerahan berkas perkara tahap keduadapat ditandatangani oleh Atasan Penyidik setelah mendapat persetujuan dari Pejabat yang mengeluarkan SuratPerintah Penyidikan.
Pengendalian Penyelesaian Perkara
Sarana Pengendalian/ Pengawasan
(1). Dalam hal menjamin kelancaran dan ketepatan pelaksanan penyidikan, setiap proses penyidikan perkara harusdilakukan pengawasan dan pengendalian oleh Perwira Pengawas Penyidik dan Pejabat Atasan secara berjenjang.
(2). Sarana administrasi pengawasan dan pengendalian penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- penyiapan Buku Register untuk pembuatan setiap surat-surat administrasi penyidikan;
- pencatatan dan penomoran setiap pembuatan surat administrasi penyidikan pada Buku Register yang telahdisiapkan;
- pencatatan setiap tindakan yang dilakukan oleh penyidik ke dalam daftar kronologis penindakan;
- pembuatan laporan kemajuan penyidikan yang dibuat secara insidentil atau berkala;
- pembuatan rekapitulasi data tentang kegiatan dan hasil penyidikan; dan
- analisis kemampuan penyelesaian penyidik pada setiap unit.
Mekanisme Pengendalian/ Pengawasan
(1). Buku Register Administrasi Penyidikan wajib dibuat, disiapkan dan diisi secara tertib oleh setiapkesatuan reserse.
(2). Setiap pejabat reserse wajib melakukan pengecekan terhadap kesiapan, pencatatan dan ketertiban serta pemanfaatanbuku register perkara/buku kontrol perkara dalam rangka pengawasan penyidikan sesuai dengan lingkup tanggungjawabnya.
(1). Dalam hal pengawasan dan pengendalian tindakan penyidik, di setiap bendel Berkas Perkara wajibselalu tersedia Daftar Kronologis Kegiatan Penyidik dalam bentuk matrik dengan kolom terdiri darinomor, tanggal kegiatan, kegiatan yang dilakukan, hasil kegiatan dan keterangan.
(2). Setiap kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik wajib dicatat oleh penyidik ke dalamDaftar Kronologis Kegiatan Penyidik.
(3). Perwira Pengawas Penyidik melaksanakan pengawasan kegiatan penyidik melalui pengecekan terhadap Daftar Kronologis KegiatanPenyidik secara insidentil dan secara berkala.
(4). Dalam hal terdapat kekeliruan atau penerapan urutan tindakan penyidikan yang kurang tepat, PerwiraPengawas Penyidik wajib memberikan arahan dan tindakan koreksi untuk menjamin kelancaran dan ketepatantindakan penyidikan.
(1). Dalam hal kepentingan pengawasan dan pengendalian penyelesaian perkara, setiap Tim Penyidik wajib membuatlaporan kemajuan (Lapju) penyidikan secara berkala paling sedikit 1 (satu) bulan sekali kecualiditentukan lain oleh Perwira Pengawas Penyidik atau dalam hal diminta oleh Atasan PengawasPenyidik.
(2). Perwira Pengawas Penyidik melakukan pemeriksaan Lapju sebagai bahan evaluasi terhadap kinerja Tim Penyidikuntuk menyelesaikan perkara.
Evaluasi Kinerja Penyidik
(1). Dalam hal kepentingan evaluasi kinerja para penyidik di setiap unit/satuan reserse, harus dibuatrekapitulasi data tentang kegiatan penyidikan dan hasil penyidikan berupa:
- jumlah perkara yang dilaporkan, diproses dan diselesaikan;
- rincian jumlah setiap jenis penindakan yang dilaksanakan oleh unit/ satuan reserse meliputi pemanggilan,pemeriksaan, penangkapan, penyitaan, penahanan, pengeluaran tahanan, penyerahan berkas perkara tahap pertama dan penyerarahanberkas perkara tahap kedua.
(2). Rekapitulasi data kegiatan dan hasil penindakan harus dievaluasi secara berkala dan berjenjang dariunit reserse tingkat Polsek sampai satuan reserse tingkat Bareskrim Polri paling sedikit setiap1 (satu) bulan sekali dan dirangkum dalam Laporan Bulanan Reserse.
(3). Setiap satuan reserse di kewilayahan mulai dari tingkat Polsek sampai tingkat Bareskrim Polriwajib membuat laporan bulanan secara berjenjang dengan jadwal pengiriman setiap bulannya sebagai berikut:
- Laporan dari Polsek paling lambat tanggal 3 (tiga) sudah diterima Polres;
- Laporan dari Polres paling lambat tanggal 8 (delapan) sudah diterima Polda;
- Laporan dari Polda paling lambat tanggal 13 (tiga belas) sudah diterima Mabes Polri.
(4). Laporan bulanan digunakan sebagai bahan untuk:
- pemantauan perkembangan situasi di bidang reserse;
- evaluasi kinerja satuan reserse secara berjenjang; dan
- bahan masukan data untuk Pusat Informasi Kriminal Nasional.
(1). Analisa dan evaluasi (Anev) kemampuan penyelesaian penyidikan pada setiap satuan reserse dilaksanakan secara periodik yaitu:
- analisis kinerja reserse semester pertama setiap tahun; dan
- analisis kinerja reserse setiap akhir tahun.
(2). Anev kinerja reserse per semester dan tahunan dibuat oleh satuan reserse di kewilayahan serendah-rendahnya tingkat Polres dengan jadwal pengiriman:
- Anev Semeter Pertama dari Polres paling lambat tanggal 10 Juli sudah diterima di Polda dan Anev Semeter Pertama dari Polda paling lambat tanggal 15 Juli sudah diterima di Mabes Polri; dan
- Anev Akhir Tahun dari Polres paling lambat tanggal 10 Januari sudah diterima di Polda dan Anev Akhir Tahun dari Polda paling lambat tanggal 15 Januari sudah di terima di Mabes Polri.
Ruang lingkup pengawasan dan pengendalian penanganan perkara pidana meliputi:
- Penerimaan dan penyaluran Laporan Polisi;
- Penyelidikan;
- Proses penanganan perkara;
- Pemanggilan;
- Penangkapan dan penahanan;
- Pemeriksaan;
- Penggeledahan dan penyitaan;
- Penanganan barang bukti;
- Penyelesaian perkara;
- Pencarian orang, pencegahan dan penangkalan
- Tindakan koreksi dan sanksi.
No comments:
Post a Comment